‘Terbebas’ Corona, Vietnam Hadapi Tantangan Pemulihan Ekonomi

— Vietnam tengah menghadapi tantangan pemulihan ekonomi usai kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran wabah virus corona berakhir.

Kidong Park, perwakilan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan ada konsekuensi ekonomi setelah pemerintah memutuskan mengakhiri lockdown pada 23 April 2020 lalu.

Melansir dari Guardian pada Kamis (7/5), bidang usaha jasa seperti bar dan karaoke di Vietnam masih tutup.

Sedangkan masa depan pertokoan, hotel dan restoran terlihat makin tidak pasti, terutama ketika tidak ada yang tahu kapan perbatasan akan dibuka kembali.

Padahal sektor pariwisata menyumbang sebanyak 6 persen dari total produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.

Sebuah laporan yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) bulan lalu menyebut setidaknya 10 juta orang kehilangan pekerjaan atau penurunan pendapatan.

IMF memprediksi angka pertumbuhan Vietnam hanya 2,7 persen. Ada penurunan tajam dibanding tahun lalu yakni di angka 7 persen.

Nguyen Van Trang, ekonom yang berbasis di Hanoi, menuturkan masa depan keuangan negara memang tampak tak menyenangkan.

Harus diakui, pembukaan kembali negara mengandung risiko internal tetapi Vietnam telah mulai memulihkan sektor manufaktur, jasa, dan ritel.

“Ketahanan internal sangat besar. Sebagian besar penduduk selamat melalui kesulitan selama perang, sehingga mereka dapat bangkit kembali dengan sangat cepat,” kata Nguyen mengutip dari Guardian.

Pada awal April 2020, pemerintah Vietnam mengumumkan pemberian paket bantuan untuk warga miskin senilai USD$2,5 miliar. Kelompok rentan akan menerima sebesar USD$76 (sekitar Rp1,1 juta) per minggu.

Selain itu di kota-kota besar dibangun ATM Beras dan ‘toko nol dong’ (dong merupakan mata uang Vietnam) untuk mendampingi mereka yang paling terdampak.

Salah satu yang paling terdampak adalah organisasi nonpemerintah (NGO).

Blue Dragon Children’s Foundation, organisasi yang bergerak untuk anak jalanan di Hanoi dan penyelamatan korban perdagangan manusia dari China menghadapi penurunan donasi.

Skye Maconachie, direktur eksekutif organisasi, mengatakan krisis ini meningkatkan kelaparan dan makin banyak orang tidak memiliki tempat tinggal.

“Banyak anak dan keluarga yang bersama kami sudah berada dalam kemiskinan atau krisis, sehingga kini mereka mencapai titik puncak. Para pedagang manusia mengincar orang-orang yang rentan, sehingga kami memprediksi peningkatan jual beli manusia dan eksploitasi buruh dalam beberapa waktu ke depan,” jelas Maconachie.

Meski demikian, Park memuji pemerintah yang responsif dalam menanggapi krisis. Vietnam mampu melawan corona. Negara ini pun tidak melaporkan kasus kematian.

Terakhir, ‘hanya’ sebanyak 271 kasus positif dan dalam dua minggu terakhir tidak ada laporan mengenai penularan.

Sebagai catatan, Vietnam menerapkan karantina dengan membuat puluhan ribu kamp-kamp bergaya militer dan prosedur pelacakan yang kuat.

Negara ini memiliki rasio uji per kasus tertinggi di dunia setelah menguji lebih dari 213ribu orang. Pemerintah pun gencar berkampanye termasuk kampanye cuci tangan dengan menggaet musisi setempat.

Akan tetapi, Park menekankan untuk tidak buru-buru bersantai.

“Perang melawan Covid-19 masih berlangsung dan gelombang selanjutnya selalu mungkin terjadi karena outbreak masih dilaporkan secara global. Vietnam sebaiknya tidak mengendurkan kewaspadaan,” katanya.