Kejari Depok Musnahkan Barang Bukti Narkotika hingga Sajam Hasil Tindak Pidana

Forkopimda Kota Depok memusnahkan barang bukti hasil tindak pidana di Kota Depok

NAGA303  Ratusan barang berupa narkotika dan senjata tajam yang telah berkekuatan hukum tetap dimusnahkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok. Pemusnahan tersebut dilaksanakan di kantor Kejari Kota Depok dengan sejumlah Muspika Kota Depok.

Kepala Kejari Kota Depok, Mia Banulita mengatakan, pemusnahan barang bukti berupa hasil tindak pidana narkotika dan senjata tajam (sajam) dari undang-undang darurat, merupakan kegiatan rutin Kejari Kota Depok. Pemusnahan barang bukti dilaksanakan selama enam bulan sekali.

“Narkotika berupa ganja sebanyak 32 kilogram dan sabu seberat 262 gram telah dimusnahkan,” ujar Mia saat ditemui Liputan6.com, Kamis (27/10/2022).

Mia menjelaskan, tidak hanya narkotika barang bukti yang dimusnahkan berupa senjata tajam dan pakaian hasil tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), maupun pelecehan seksual. Kejari Kota Depok menilai kasus tindak pidana di Kota Depok mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya.

“Kota Depok sendiri yang masuk dalam penuntutan sebanyak 700 per tahun, saat ini sudah 400 perkara,” jelas Mia.

Penurunan tersebut merupakan efek dari upaya pencegahan tindak pidana yang berhasil dilakukan Pemkot Depok dan aparat penegak hukum Kota Depok. 400 perkara di Kota Depok paling banyak didominasi kasus narkotika.

“Selain itu kasus KDRT dan pelecehan seksual mengalami peningkatan,” ucap Mia.

Kasus KDRT Mengalami Peningkatan

Forkopimda Kota Depok memusnahkan barang bukti hasil tindak pidana di Kota Depok

Mia mengungkapkan, meningkatnya kasus KDRT perlu menjadi perhatian seluruh stakeholder di Kota Depok. Pihaknya berusaha membantu Pemkot Depok mensosialisasikan untuk mencegah kasus KDRT maupun pelecehan seksual.

“Memang peningkatannya tidak banyak namun jika dipersentasekan sekitar 10 atau 20 persen dibandingkan tahun lalu,” ungkap Mia.

Mia menuturkan, Kejari Kota Depok melihat pemicu peningkatan kasus KDRT dilihat dari kasus per kasus, sehingga tidak dapat menyimpulkan kasus secara umum. Masalah beban ekonomi menyebabkan terjadinya tindak pidana KDRT.

“Pernikahan dini ataupun pernikahan siri yang tidak ada ikatan pernikahan yang sah di mata hukum, berpotensi mendorong terjadinya kekerasan pada rumah tangga,” pungkas Mia.