ICW Sebut Kejagung Lebih Banyak Tangani Kasus Korupsi Besar Dibanding KPK

Sejumlah aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Gerakan #BersihkanIndonesia melakukan aksi teatrikal saat unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/12/2021). Aksi dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia pada 9 Desember 2021.

NAGA303 Kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) pada 2022 lebih banyak daripada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Polri. Hal ini berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW).

“Penangan perkara korupsi yang ditangani instansi kejaksaan secara keseluruhan memang secara kuantitas jauh lebih banyak daripada Kepolisian dan KPK,” ujar anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Diky Anandya dalam keteranyannya, Sabtu (4/3/2023).

Dalam laporan tahunan ICW pada 2022, Kejagung tercatat menangani 405 kasus korupsi yang menimbulkan kerugian sekitar Rp 39 triliun dengan 909 tersangka. Jumlah ini berbeda signifikan dengan KPK dan Polri.

Polri, menurut catatan ICW, menangani 138 kasus korupsi dengan 307 tersangka dan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Sementara itu, KPK berada di urutan buncit karena cuma menangani 36 kasus dengan 150 tersangka dan kerugian negara Rp 2,2 triliun.

Diky pun mengapresiasi keseriusan Kejagung dalam penanganan kasus korupsi. Meski demikian, Dicky meminta Kejagung memastikan perkara yang berada di tingkat penyidikan bisa lanjut hingga fase penuntutan hingga eksekusi putusan.

“Karena memang beberapa perkara yang ditangani memiliki potensi nilai kerugian negara triliunan rupiah,” kata dia.

Capaian Rendah KPK Terjadi Sejak 2019

Pegawai KPK membawa poster saat menggelar aksi di Lobi Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksi menolak revisi UU KPK tersebut, mereka mengenakan baju serba hitam lengkap dengan masker penutup mulut dan membawa payung.

Diky melanjutkan, rendahnya capaian KPK dalam penanganan korupsi konsisten terjadi sejak 2019. Tepatnya, saat revisi Undang-Undang KPK dan kepemimpinan yang lebih banyak menonjolkan sensasi ketimbang prestasi.

“Bisa dilihat, misalnya, di tahun 2022, terdapat sejumlah komisioner yang dilaporkan kepada Dewas (Dewan Pengawas) karena diduga melanggar etik hingga mundurnya salah satu Wakil Ketua KPK,” sambungnya.

Menurut Diky, sensasi dan kontroversi yang diperlihatkan pimpinan kepada publik tersebut memperlihatkan KPK semakin kehilangan tajinya sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi.

“Terutama dalam konteks penindakan,” tandasnya.