Cuaca Indonesia Hari Ini Senin 26 Februari 2024: Langit Pagi Berawan dan Cerah Berawan

NAGA303  Mengawali pekan, Senin (26/2/2024), langit pagi Indonesia sebagiannya diprediksi cerah, berawan, cerah berawan, berawan tebal, dan kabut tanpa ada hujan sama sekali. Demikianlah prakiraan cuaca Indonesia hari ini.

Namun hal itu berbeda pada siang hari nanti, seperti laporan cuaca yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Sebagian cuaca Indonesia diprediksi bakal hujan ringan, hujan berintensitas sedang, bahkan hujan petir siang nanti. Sedangkan sisanya cuaca Indonesia diprakirakan cerah, berawan, dan cerah berawan siang nanti.

Beberapa wilayah di Indonesia yang diprediksi turun hujan dengan intensitas ringan siang nanti yaitu Denpasar, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Palangkaraya, dan Pangkal Pinang.

Hujan berintensitas sedang siang hari nanti diprakirakan guyur Bandung, Samarinda, dan Kendari, serta waspada hujan petir di Yogyakarta dan Kupang.

Sedangkan pada malam nanti, cuaca Indonesia sebagian besar diprediksi BMKG bakal cerah, berawan, cerah berawan, dan berawan tebal. Sisanya sejumlah wilayah Indonesia diprakirakan turun hujan ringan dan hujan sedang.

Wilayah Bengkulu, Semarang, Samarinda, Pangkal Pinang, Bandar Lampung, Kupang, Pekanbaru, dan Kendari diprediksi turun hujan berintensitas ringan, serta hujan sedang di Bandung.

Berikut informasi prakiraan cuaca Indonesia selengkapnya yang dikutip dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:

 Kota Pagi Siang Malam
 Banda Aceh Cerah Cerah Berawan Cerah
 Denpasar Berawan Hujan Ringan Berawan
 Serang Berawan Cerah Berawan Berawan
 Bengkulu Berawan Berawan Hujan Ringan
 Yogyakarta  Berawan Hujan Petir Berawan
 Jakarta Pusat  Berawan Cerah Berawan Cerah Berawan
 Gorontalo  Cerah Berawan Cerah Berawan Cerah Berawan
 Jambi  Kabut Cerah Berawan Berawan
 Bandung  Cerah Berawan Hujan Sedang Hujan Sedang
 Semarang  Berawan Hujan Ringan Hujan Ringan
 Surabaya  Berawan Hujan Ringan Cerah Berawan
 Pontianak  Kabut Berawan Berawan
 Banjarmasin  Cerah Berawan Hujan Ringan Berawan
 Palangkaraya Berawan Hujan Ringan Berawan
 Samarinda Berawan Hujan Sedang Hujan Ringan
 Tarakan  Berawan Tebal Berawan Berawan Tebal
 Pangkal Pinang Berawan Hujan Ringan Hujan Ringan
 Tanjung Pinang  Cerah Berawan Cerah Berawan Cerah Berawan
 Bandar Lampung Cerah Berawan Hujan Ringan Hujan Ringan
 Ambon  Cerah Berawan Cerah Berawan Cerah Berawan
 Ternate  Cerah Berawan Hujan Ringan Berawan
 Mataram  Cerah Berawan Hujan Sedang Berawan
 Kupang  Berawan Hujan Petir Hujan Ringan
 Kota Jayapura Cerah Berawan Berawan Berawan
 Manokwari  Cerah Berawan Hujan Ringan Berawan
 Pekanbaru  Berawan Cerah Berawan Hujan Ringan
 Mamuju  Berawan Berawan Berawan
 Makassar  Berawan Hujan Ringan Berawan
 Kendari  Berawan Hujan Sedang Hujan Ringan
 Manado   Cerah Cerah Berawan Berawan
 Padang  Cerah Berawan Cerah Berawan Berawan
 Palembang Berawan Berawan Berawan 
 Medan  Berawan Hujan Ringan Berawan

Hasil Kajian Iklim BRIN Periode 2021-2050, Cuaca Ekstrem Alami Peningkatan Signifikan

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan perubahan iklim menunjukkan cuaca ekstrem mengalami peningkatan signifikan khusus wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI).

Pernyataan BRIN itu mengacu kepada hasil kajian perubahan iklim periode 2021-2050 dengan teknik dynamic downscaling resolusi tinggi dari tim periset, menunjukkan kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan.

Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan, berdampak pada wilayah Sumatra bagian tengah dan selatan

“Untuk Pulau Jawa, sebagian besar wilayah terancam mengalami suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah khususnya untuk pantura Jawa Timur,” ujar Erma dalam keterangan tertulisnya, Bandung, 1 Februari 2024.

Erma mengatakan kekeringan ekstrem di masa mendatang juga berdampak pada wilayah Kalimantan bagian tengah, timur dan selatan (termasuk IKN). Sedangkan Kalimantan bagian barat diproyeksikan mengalami hari-hari yang lebih basah.

Ada Variasi Fase Hujan

Selain kajian proyeksi perubahan iklim tersebut, Erma menjelaskan kajian klimatologis terkini mengenai karakteristik hujan tahunan dan musiman di Indonesia juga diperlukan.

Hal ini sebagai bentuk validasi agar indikasi perubahan iklim yang terjadi secara aktual saat ini di Indonesia dapat dipetakan dengan lebih baik, khususnya dalam hal perubahan pada pola musim dan cuaca ekstrem.

“Kajian mengenai indikasi perubahan hujan diurnal menjadi kunci penting untuk memahami pola cuaca ekstrem yang terjadi di BMI selama dekade terkini sebagai dampak dari pemanasan global,” kata Erma

Pada dasarnya terang Erma, pola hujan diurnal di BMI mengikuti pola umum hujan di darat yang dipengaruhi oleh angin darat-laut dan gelombang gravitasi sehingga fase kejadian hujan adalah sore hari di atas darat dan pagi hari di atas laut.

Namun demikian, lanjut Erma, terdapat variasi fase hujan diurnal sehingga hujan maksimum di darat terjadi pada dini hari dengan frekuensi yang signifikan setara dengan 20 persen untuk wilayah di utara Jawa bagian barat termasuk DKI Jakarta.

Hujan dini hari yang turun dengan intensitas tinggi atau ekstrem (P99th) tersebut bahkan telah dibuktikan merupakan penyebab banjir besar di Jakarta pada 2007, 2013, 2014, 2020.

“Hasil kajian kami menunjukkan karakteristik utama hujan dini hari yang terjadi di utara Jawa bagian barat, yaitu pertama, hujan mengalami propagasi yang kuat dari laut menuju darat maupun sebaliknya. Kedua, keacakan dalam hal fase terjadinya hujan pada rentang waktu dini hari antara 01.00–04.00 WIB. Ketiga, hujan dini hari memiliki keterkaitan yang kuat dengan hujan ekstrem yang memicu banjir besar di DKI Jakarta,” ucap Erma.

Dengan adanya kajian ini, Erma Yulihastin mengusulkan agar Indonesia membentuk Komite Cuaca Ekstrem

Perkuat Hilirisasi Informasi Peringatan Dini Cuaca

Menurut Erma, kolaborasi yang erat dari hulu ke hilir antara BRIN-BMKG-BNPB-BPBD-Pemda-Relawan dan Media dalam sebuah forum bersama atau komite sudah saatnya dibangun sebagai bagian dari langkah strategi nasional melakukan mitigasi dan antisipasi dampak cuaca ekstrem yang semakin meluas akibat perubahan iklim.

“Di luar negeri, kita dapat mencontoh negara-negara federal di Amerika Serikat yang memiliki Komite Khusus Cuaca Esktrem beranggotakan ilmuwan, prakirawan, politisi yang merupakan wakil pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat, serta menggandeng media, LSM dan relawan,” jelas Erma.

Erma menyebutkan bahwa komite ini bisa dibuat dalam sebuah program strategis nasional yang dinamakan Bangsa Siaga Cuaca atau Weather-Ready Nation (WRN) yang sebenarnya juga diinisiasi oleh badan cuaca dunia yaitu World Meteorological Organization (WMO

Tujuan utama WRN tak sekadar memperkuat hilirisasi informasi peringatan dini cuaca ekstrem semata, tapi juga melakukan edukasi secara intensif dan meluas kepada publik.

Dijelaskan Erma, melalui komite tersebut juga dapat dirumuskan program-program penting untuk edukasi publik, membangun simpul-simpul relawan yang efektif dan berdaya jangkau luas dengan engagement yang signifikan, serta secara aktif bekerja terus menerus dalam membangun kesadaran publik.

“Penting untuk dipahami, berbeda dengan jenis bencana alam lain seperti gempa dan tsunami, cuaca ekstrem adalah jenis bencana alam yang paling dinamis dan paling sering terjadi, sehingga butuh terus-menerus untuk keep up to date. Bahkan informasi prediksi cuaca ekstrem pun harus terus-menerus diperbarui, idealnya dua kali dalam sehari, mengikuti dinamika cuaca yang berubah-ubah setiap waktu,” sebut Erma.

Tantangan Terbesar

Erma meyakini tantangan terbesar keilmuan meteorologi dan klimatologi adalah menghasilkan model prediksi hujan yang akurat untuk wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI).

Oleh karena itu, Erma menginginkan semua bentuk studi dari hulu ke hilir yang berkaitan dengan meteorologi dan klimatologi sama-sama memiliki tujuan akhir agar dapat menghasilkan prediksi cuaca ekstrem yang lebih baik.

“Menyongsong Indonesia emas 2045 dan dalam rangka mencapai target menjaga suhu bumi tidak melampaui 1,5 derajat Celsius pada 2050, di bagian hulu, Indonesia harus segera menguasai teknologi prediksi cuaca dan iklim,” ucap dia.

“Informasi-informasi prediksi cuaca di Indonesia sudah saatnya dihasilkan dari kemampuan periset-periset andal bangsa ini dalam menghasilkan data-data prediksi resolusi tinggi dan akurat untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana terkait cuaca ekstrem di Indonesia,” jelas Erma.