Ketika Bung Karno Lupa Sedang Menyamar di Pasar Senen, Lokasi Blusukan Langsung Jadi Lautan Manusia
NAGA303 – Proklamator Soekarno ternyata sering blusukan masyarakat selama menjadi Presiden RI. Bahkan, Bung Besar harus menyamar agar keberadaannya tak diketahui warga.
Namun, Bung Karno pernah ketahuan warga lantaran lupa tengah menyamar saat berada di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Kala itu di dekat lokasi tengah melakukan pembangunan gudang stasiun.
Roso Daras dalam buku ‘Total Soekarno’ menceritakan bahwa Bung Karno lupa untuk tidak mengeluarkan suara. Waktu itu, spontan saja ia bertanya kepada tukang bangunan.
“Dari mana diambil batubata dan bahan konstruksi yang sudah dipancangkan ini?” ucap Bung Karno.
Apa yang terjadi setelah Bung Karno bersuara? Belum sempat tukang bangunan menjawab pertanyaan Bung Karno, terdengar seorang perempuan berteriak kencang sekali, “Itu suara Bapak… Ya… suara Bapak!!!… Hee… orang-orang, ini Bapak…. Bapak….!!!!”
Dalam sekejap ratusan, kemudian ribuan orang menyemut mengerubungi Bung Karno dan lokasi blusukan langsung berubah penuh sesak lautan manusia. Mereka berebut mendesak, menyalami, memegang, suasana pun menjadi gaduh.
Ajudan segera mengamankan Bung Karno, menyibak kerubungan massa, memasukkannya ke dalam mobil, dan menghilang.
Dalam biografinya “Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia “karya Cindy Adams, ia mengatakan, sering merasa lemas, napas seakan berhenti apabila tidak bisa keluar Istana dan bersatu dengan rakyat-jelata yang melahirkannya.
Karena itu pula, Soekarno tak jarang keluar Istana seorang diri, ada kalanya dikawal seorang ajudan berpakaian preman.
Bagaimana ia menyamar? Menurut Bung Karno, tidak terlalu sulit. Sebab, rakyat kebanyakan sangat lekat dengan penampilan Bung Karno khas dengan baju seragam dan peci hitam.
Maka, ketika Bung Karno berganti pakaian, memakai sandal, pantalon, atau hanya berkemeja, lalu mengenakan kacamata berbingkai tanduk, rupa Bung Karno sudah beda sama sekali.
Dengan cara itu, Bung Karno bisa leluasa masuk-keluar pasar tanpa dikenali orang. Ia merasa kepunyaan rakyat, karenanya menjadi lebih nyaman bila berada di tengah rakyat.
Perasaan Bung Karno langsung tenteram jika mendengar percakapan riuh orang-orang.
Bung Karno menyimak rakyat bergunjing, rakyat bergosip, rakyat berdebat, rakyat berkelakar, rakyat bercumbu-kasih. Pada saat itulah Bung Karno merasakan sebuah kekuatan merasuk, mengaliri seluruh pembuluh darah.
Dari satu tempat ke tempat lain, sesekali bahkan Bung Karno berhenti di pinggir jalan, memesan sate ayam yang disajikan menggunakan pincuk dan pisang, dan memakannya sambil duduk di trotoar. Saat-saat seperti itulah Bung Karno merasakan kesenangan luar biasa.