Masih Minum Bubble Tea, Waspada Risiko Ini

 Beberapa waktu belakangan, bubble tea meledak sebagai trend minuman populer untuk para pecinta minuman kekinian. Walaupun ada kata teh di dalamnya, ternyata bubble tea tidak sesehat itu.

Seperti kopi, bahan bubble tea mungkin tidak begitu buruk pada mereka, namun ketika buble tea diberi pemanis buatan, bubble tea akan kehilangan nilai gizinya dengan cepat.

“Bagian paling bergizi dari bubble tea adalah teh itu sendiri,” kata Ahli Gizi Hillary Cecere di Red Bank, New Jersey, seperti yang dikutip dalam The Healthy.

Tidak terlalu. Seperti kopi, bahan-bahan teh gelembung mungkin tidak begitu buruk pada mereka sendiri, tetapi ketika mereka penuh dengan pemanis dan rasa buatan, mereka kehilangan nilai gizinya dengan cepat. 

“Bubble tea bukan cara yang sehat untuk mendapatkan manfaat teh,” kata Cerece.

Minuman yang terinspirasi dari Taiwan ini terbuat dari teh, susu, gula, dan tepung tapioka, terbuat dari pati yang diekstrak dari akar singkong, dan mengandung karbohidrat bertepung (bukan jenis yang kaya nutrisi dan serat).

Memasak bubble tapoika hanya akan memperburuknya. Bubble biasanya dimasak dalam air panas, bersamaan dengan lebih banyak gula tambahan selama 3 jam. Pada titik itu, bola-bola ini bisa memiliki hampir 160 kalori per porsi saji. Menurut Cecere, karena semua bahan olahan itu, rata-rata 16 ons bubble teamemiliki sekitar 400 kalori.

Risiko penyakit

Lain Dari Biasanya, Topping Bubble Tea Kini Bisa Dinikmati di Nasi dan Mie Instan

Dilansir dari Bussiner Insider, minuman bubble tea mengandung 18,5 sendok teh gula yang melebihi asupan gula harian yang direkomendasikan orang dewasa 8-11 sendok teh, dan anak-anak 5 sedok teh.

Pada 2012 sekelompok peneliti Jerman dari University Hospital Aachen melaporkan menemukan jejak bifenil poliklorinasi, atau PCB (senyawa klorin organik), dalam sampel boba. Potensi karsinogen ini telah terbukti memiliki efek kesehatan yang merugikan pada sistem kekebalan tubuh, reproduksi, saraf, endoktrin, serta risiko penyakit kronis lainnya.

Rumah Sakit Mount Alvernia di Singapura menerbitkan sebuah artikel di situs webnya dengan membandingkan tingkat gula dan kalori dari berbagai jenis bubble tea dan toppingnya. Menurutnya, creamer non-susu yang terkandung dalam bubble tea mengandung lemak trans dalam bentuk minyak kelapa sawit terhidrogenasi. Minyak ini sangat berkorelasi dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke.

Mereka menambahkan bahwa jumlah kalori dalam secangkir bubble tea sedang setara dengan sepotong kue keju, dan menyarankan konsumen untuk membatasi asupan mereka menjadi dua cangkir seminggu.

“Jika Anda benar-benar ingin menikmati bubble tea, cobalah untuk menyesuaikannya dengan mengurangi kalori dan hanya sesekali,” kata Cecere. 

Dia juga merekomendasikan untuk memilih susu rendah lemak, susu kelapa tanpa pemanis, atau susu almond, untuk membatasi kalori dan lemak pada tubuh.