Kasus COVID-19 di Malaysia Meledak, Bagaimana Nasib Ekonominya?

Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengundurkan diri setelah kehilangan dukungan mayoritas di parlemen, menyusul ketidakpuasan publik dalam cara pemerintah menangani COVID.

NAGA303 – Pada Rabu 18 Agustus lalu kasus COVID-19 harian baru di Malaysia mencapai angka tertinggi 22.242 kasus. Pada 22 Agustus kemarin kasus harian barunya turun sedikit menjadi 19.807 sehingga total kasus nasional menjadi 1,56 juta.

Mengutip Channel News Asia, Selangor melaporkan jumlah kasus baru tertinggi dengan 6.858 kasus baru, di Kuala Lumpur terdapat 1.587 kasus baru, Lembah Klang menyumbang 8.445 kasus baru.

Tujuh negara bagian lainnya juga terdapat kasus baru yaitu Sabah dengan 2.413, Johor dengan 1.477, Sarawak dengan 1.403, Kedah dengan 1.852, Pulau Pinang dengan 1.867, Kelantan dengan 1.351 dan Perak dengan 1.036.

Negara bagian lain yang mencatat kenaikan tiga digit termasuk Negeri Sembilan dengan 577, Melaka dengan 579, Pahang dengan 675 dan Terengganu dengan 487.

Rekor sebelumnya untuk kasus harian baru di Malaysia adalah 21.668, dilaporkan pada 12 Agustus. Hingga Rabu (18/8), 34,9% populasi Malaysia telah menerima kedua dosis vaksin COVID-19, sementara 53,4% telah menerima satu dosis.

Lonjakan kasus ini tentu akan mempengaruhi ekonomi Malaysia. Secara umum, mengacu pada data Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 negara-negara Asia telah direvisi.

Proyeksi ini turun menjadi 7,2% dari lebih rendah dibandingkan target sebelumnya pada April lalu sebesar 7,3%. Proyeksi tersebut dipangkas menyusul meluasnya virus COVID-19 varian baru di beberapa negara. Varian baru tersebut menghambat laju pertumbuhan ekonomi di beberapa negara.

ADB, dalam keterangan resmi, dikutip dari CNBC menilai program vaksinasi cukup pesat di banyak negara, namun pada negara berkembang di Asia masih jauh dari target minimal demi mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) di angka 70%.

Menurut ADB, proyeksi pertumbuhan ekonomi Malaysia diturunkan dari semula 6,0% menjadi 5,5%. Vonis serupa juga dijatuhkan pada Indonesia.

Untuk Indonesia ADB memangkas target pertumbuhan ekonomi dari 4,5% menjadi 4,1% tahun ini, akibat dari lonjakan kasus infeksi gelombang kedua. Peningkatan kasus baru positif baru memaksa pemerintah melaksanakan pembatasan kegiatan masyarakat.

Selain itu, Thailand yang pada kuartal pertama tahun ini masih mengalami kontraksi, proyeksi pertumbuhan PDB nya turun dari 3,0% menjadi 2,0%. Bahkan Vietnam yang merupakan salah satu negara ekonomi terbaik tahun lalu yang mampu menghindari jurang resesi, pertumbuhan ekonominya juga ikut dipangkas oleh ADB dari 6,7% menjadi 5,8%.